Aplikasi Google Translate. (Foto: dok. google) |
Jakarta - Google menyebut pihaknya telah memperbaiki sistem Google Translate yang sempat menghasilkan terjemahan bernada diskriminatif dalam bahasa Melayu dan Aceh.
Perbaikan ini dilakukan setelah beberapa saat lalu perwakilan Forum Masyarakat Melayu dan Aceh mengajukan protes karena fitur Google Translate salah menerjemahkan sejumlah kalimat.
"Kami telah memperbaiki masalah ini dan meminta maaf yang sedalam-dalamnya atas kesalahan ini. Kami sangat mengapresiasi pihak-pihak yang memberi tahu kesalahan terjemahan ini, sehingga kami bisa langsung mengambil tindakan untuk menangani dan mengatasi masalahnya," tulis Perwakilan Google Indonesia saat dihubungi CNNIndonesia melalui pesan singkat, Selasa (29/10).
Merespons tuntutan Forum Masyarakat Melayu dan Aceh, Google pun mengatakan telah melakukan pertemuan pada Senin (28/10) di kantor Google Indonesia untuk pembahasan lebih lanjut.
"Pada Senin kemarin, kami sudah bertemu dengan Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA), perwakilan Forum Masyarakat Melayu dan Aceh, dan juga koalisi NGO HAM Aceh," lanjutnya.
Google menjelaskan secara singkat bahwa Google Translate adalah penerjemah otomatis yang menggunakan berbagai pola dari jutaan hasil terjemahan yang sudah ada untuk menerjemahkan kata atau kalimat.
Sebelumnya, perwakilan Forum Masyarakat Melayu dan Aceh, Tengku Muhammad Dhani Iqbal mengajukan surat terbuka kepada Google Indonesia pada Selasa (15/10). Surat tersebut diajukan berawal ketika anggotanya membagikan tangkapan layar terjemahan bernada diskriminatif.
Dhani mengatakan layanan penerjemah Google tersebut terkesan diskriminatif dan menyerang bahasa Melayu dan Aceh.
"Sebelum tanggal 15 Oktober, saya dapat tangkapan layar dari beberapa teman secara pribadi maupun dibagikan ke grup percakapan Forum Masyarakat Melayu dan Aceh di WhatsApp," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui telepon pada Rabu (16/10).
Menurutnya hasil penerjemahan tersebut bukan hanya dinilai diskriminatif untuk bahasa Melayu, tetapi juga Minahasa, Simalungan, dan Makassar.
Dhani mengatakan pihaknya kemudian mengkonsultasikan temuannya itu kepada sejumlah pakar TI. Hasilnya, para pakar meyakini ada kesalahan teknis dan human error (kesalahan manusia). (din/evn
CNNIndonesia)